Resensi Novel
I.
Identitas Buku :
1.
Judul Buku : Negeri 5 Menara
2.
Pengarang : Ahmad Fuadi
3.
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
4.
Tahun Terbit : 2009
5.
Cetakan : kelimabelas Maret 2012
6.
Tebal Buku : 420 Halaman
II.
Sinopsis
Alif Fikri berasal dari Maninjau, Bukittinggi, Sumatra
barat, adalah seorang anak laki-laki desa yang sangat pintar. Ia dan teman
baiknya Randai memiliki mimpi yang sama yaitu masuk ke SMA terbaik di
Bukittinggi dan melanjutkan studi di ITB. Selama ini Alif bersekolah di
madrasah atau sekolah agama Islam. Alif merasa sudah cukup menerima ajaran
Islam dan ingin menikmati.
Dengan
berbekal nilai ujian yang lumayan bagus membuatnya ingin melanjutkan
masuk sekolah umum. Namun mimpinya seakan sirna, karena Amak tidak
mengijinkan. Beliau menginginkan anaknya mewarisi keulamaan Buya Hamka, ulama
yang terkenal di tanah kelahiran Alif. Dengan keputusan setengah hati Alif
menuruti keinginan Amak. Namun Alif ingin bersekolah di Pondok Madani
yang di Jawa Timur sesuai saran yang di tuliskan melalui surat oleh pamannya
Pak Etek Gondo yang sedang berkuliah di Kairo. Dengan keterpaksaan kedua orang
tuanya memperbolehkan Alif untuk melanjutkan sekolahnya di Pondok Madani,
Gontor, Jawa Timur.
Besok pagi Alif di antar ayahnya ke Jawa dengan
menaiki bus. Sebelum meninggalkan rumah, Alif mencium
tangan Amak sambil meminta doa dan minta ampun atas kesalahannya.
Selama tiga hari dalam perjalanan ke Jawa akhirnya sampai juga di terminal
Ponorogo. Di terminal tersebut mereka telah disambut oleh panitia penerimaan
siswa baru di Pondok Madani. Kemudian mereka langsung diajak menaiki bus untuk
berangkat ke Pondok Madani yang tidak jauh dari terminal tersebut. Sampainya di
pondok, Alif mengisi folmulir sebagai calon siswa. Kemudian, mereka diajak oleh
panitia untuk berkeliling di Pondok Madani. Alif dan calon siswa lainnya melaksanakan
ujian tulis. Setelah ujian Alif dan Ayahnya melihat papan pengumuman dan
ternyata Alif dinyatakan lulus dan resmi menjadi siswa di Pondok Madani.
Orang bijak berkata “penderitaan bersamalah menjadi
semen bagi pertemanan yang lekat”. Dipersatukan oleh hukuman jewer
berantai Alif dari minang, Atang berasal
dari Bandung, Raja berasal dari Medan, Dulmajid berasal dari Madura, Said
berasal dari Surabaya, dan Baso berasal dari Sulawesi. Dari sinilah mereka
bersahabat akrab.
“Man Jadda Wajada”. Pada hari pertama di Pondok Mdani,
ustad Salman sebagai wali kelas Alif meneriakkan sebuah kalimat mutiara
sederhana dan kuat yakni “Siapa yang bersungguh-sungguh akan behasil”. “Sahibul
Menara” sebuah sebutan penghuni Pondok Madani terhadap Alif dan kelima
sahabatnya yang selalu berkumpul di bawah menara tertinggi di Pondok Madani
saat menunggu shalat magrib berjama’ah atau hanya menghabiskan waktu
senggangnya untuk belajar bersama-sama, mendiskusikan tentang impian mereka, mengagumi
kisah-kisah islami, semuanya dilakukan di tempat yang sama yaitu di bawah menara.
Suatu ketika Sahibul Menara menunggu maghrib sambil menatap awan berarak pulang
ke ufuk. Di mata mereka awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian
masing-masing. Kemana impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka
tahu adalah “Jangan pernah meremehkan impian walau setinggi langit.
Sesungguhnya Tuhan Maha Mendengar”.
Surat dari seberang pulau, Alif menerima surat dari
Randai yang menceritakan masa-masa perkenalan di SMA bukittinggi. Kedatangan
surat dari Randai itu membuat Alif jadi bersedih dan malas bicara. Alif
membayangkan keindahan masa-masa berseragam putih abu-abu. Said dan Raja
Mencoba menghibur Alif tapi tidak ada hasilnya. Malam harinya ada tambahan
kelas malam. “Malam ini kita akan menghabiskan waktu keliling dunia” kata ustad
Salman saat masuk di dalam kelas 1 A. Beliau membacakan potongan mutiara dari
tokoh-tokoh ini, “BJ Habibie, Mutiara dari Timur” , “Bung Hatta,
Pribadinya dalam Kenangan”, “Marthin Luther King, Jr: Stride Toward
Freedom”, dan “Mohammed, The Man of Allah” yang membuat Alif
cukup terhibur.
Pelajaran wajib yang selalu ada setiap hari, enam kali
dalam seminggu adalah lughah Arabiah (bahasa Arab) yang diajarkan
oleh ustad Salman. Alif dan teman yang lain, pelajaran yang paling ditunggu
adalah taarikh (sejarah dunia) yang diajarkan oleh ustad Surur. Mata
pelajaran Al-Qur’an dan Hadits juga dibawakan amat menarik oleh ustad Faris.
Alif sangat menyukai pelajaran Khatul Arabi (kaligrafi Arab)
yang diajarkan oleh ustad Jamil. Pelajaran yang Alif suka tapi selalu
berkeringat dingin saat menghadapinya adalah Mahfuzhat yang diajarkan
oleh ustad Badil. Tapi dari semua pelajaran, bahasa Inggris adalah favorit Alif
yang diajarkan oleh ustad Karim. Selain kelas pagi sampai jam 6, mereka juga
mengikuti tambahan kelas sore untuk mendalami pelajaran pokok, khususnya bahasa
Arab dan bahasa Inggris. Tambahan kelas malam yang dibimbing oleh wali kelas.
Sementara kamis sore tidak ada pelajaran, tapi diisi dengan pelatihan pramuka.
Tapi dari semua hari, hari yang paling mulia bagi kami dalah hari jum’at.
Sebab, hari mulia ini adalah hari libur mingguan kami di Pondok Madani. Jum’at
artinya bebas melakukan berbagai aktivitas yang tidak menyalahi aturan. Hari
jum’at juga mereka boleh keluar dari Pondok Madani asal bisa kembali pada hari
itu juga.
Hari jum’at ini, Said mengajak Sahibul Menara ke Ponorogo. Dengan
berbagai macam alasan satu-persatu dari Sahibul Menara mendapatkan izin dari
ustad Torik yang sedang piket saat itu. Mereka menyewa sepeda ontel dari rumah
penduduk. Setelah keluar dari Pondok Madani, pertama yang mereka lakukan yaitu
ingin memperbaiki gizi dan makan sate di warung Cak Tohir, membeli berbagai
kebutuhan sekolah di pasar Ponorogo. Kedua, ingin melewati Ar-Rasyidah
pesantren khusus putri yang terkenal. Yang ketiga agak beresiko, melewati
bioskop. Said ingin melihat spanduk film yang di perankan oleh idolanya Arnold
Schwarzenegger. Hujan turun sangat lebat, membuat Sahibul Menara terlambat 5
menit dari waktu yang ditentukan yakni jam 17.00. Karena keadaan tersebut
mereka terbebas dari hukuman.
Begitu pula siasat Dulmajid yang memengaruhi ustad
Torik agar boleh izin nonton bareng pertandingan final bulu tangkis di
lingkungan Pondok Madani, padahal qanun (aturan pondok) menegaskan
santri Pondok Madani di larang menonton TV. “Ustad, lob antum itu mirip sekali
dengan Icuk dan smash atum mirip Liem Swie King. Kalau nggak percaya, kita
nonton siaran langsung besok malam.” Kata Dulmajid. Ustad Torik langsung
takhluk dan terjadilah peristiwa bersejarah itu : TV masuk Pondok Madani.
Dalam waktu 3 bulan, siswa tahun pertama Pondok Madani
masih boleh menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah mereka sendiri.
Namun setelah itu mereka harus menguasai bahasa resmi di Pondok Madani yakni
bahasa Arab dan bahasa Inggris. Itu merupakan tantangan terbesar buat mereka.
Setiap selesai shalat subuh seorang kakak penggerak bahasa masuk ke setiap
kamar dengan membawa papan tulis kecil. Mereka diminta mengulangi bersama-sama
dan satu persatu apa yang kakak tersebut katakan. Setelah itu diberikan sebuah
kalimat sempurna dengan menggunakan kosa kata yang telah mereka ucapkan
bersama-sama tadi. Lalu, giliran mereka membuat kalimat lain dengan menggunakan
kosa kata ini. Sebelum di tutup, mereka disuruh meneriakkan kembali kosa kata
tadi bersama-sama. Dan mereka diberikan tugas untuk menyalin kosa kata tadi dan
membuat 3 contoh penggunaanya dalam kalimat. Itu semua dilakukan setiap hari, 7
kali seminggu. Sebuah metode sederhana yang sangat kuat dan mampu melekatkan
bahasa baru ke dalam alam bawah sadar untuk tidak lepas lagi selamanya.
Sudah beberapa bulan Alif sengaja tidak
menghubungi Amak sebagai protes tidak boleh masuk SMA. Cerita Kiai
Rais berputar di kepalanya tentang susahnya menjadi seorang ibu. Karena Alif
tidak mau menjadi seperti Malin Kundang maka Alif memohon ampun kepada Allah
SWT. Malam itu juga, Alif menuliskan surat untuk mengabari
keadaannya di Pondok Madani kedapa Amak. Sejak itulah Alif teratur
menulis surat ke Amak. Satu sampai dua kali sebulan.
Tiga tahun kemudian, hari pertama imtihan
nihai datang juga. Warga Pondok Madani Menyebutnya “ujian di atas ujian”.
Berbeda dengan ujian selama ini, untuk ujian kelas enam kami harus berpakaian
rapi layaknya seorang penguji. Di awali dengan ujian lisan selama sepuluh hari,
kemudian siswa diberikan waktu istirahat beberapa hari untuk mempersiapkan diri
untuk ujian tulis. Selang beberapa hari kemudian, mereka masuk ke babak akhir
perjuangan thalabul ilmi mereka di Pondok Madani : ujian tulis. Malam
hari, mereka berkumpul di aula. Kebiasaan di Pondok Madani, sebuah ujian dibuka
dan ditutup dengan pertemuan yang dipimpin oleh Kiai Rais. Inilah Malam
Syukuran Ujian Akhir.
Sudah dua minggu berlalu sejak mereka merayakan
selesainya ujian. Tiba saatnya, “Pengumuman kelulusan kita sudah ada, bisa di
lihat di aula” seru Said sebagai ketua angkatan mereka berteriak-teriak setelah
subuh.Alhamdulillah, Alif serta Sahibul Menara dan teman lainnya LULUS.
Menurut pengumuman, hanya kurang dari sepuluh orang yang tidak lulus dan mereka
dapat kesempatan untuk mengulang setahun lagi. Malamnya,
diadakan yudisium dan khutbatul wada’ (Khutbah perpisahan)
yang dipimpin oleh Kiai Rais. Beberapa bus dengan tujuan masing-masing sudah
menunggu di depan aula, mereka sekali lagi bersalaman dan berangkulan dan
berjanji akan saling berkirim surat. Entah kapan Alif akan melihat Sahibul
Menara lainnya sebagai kawan-kawan terbaiknya lagi.
Setelah 15 tahun masa-masa sulit di Pondok Madani berlalu.
Alif (Washington DC), Atang (Kairo), dan Raja (London) dipertemukan kembali di
London setelan 11 tahun dipisahkan. Keberadaan Sahibul Menara yang lain yakni :
Said meneruskan bisnis batik keluarga Jufri d Pasar Ampel, Surabaya. Sesuai
cita-cita mereka dulu, Said dan Dulmajid mendirikan sebuah pondok dengan
Semangat PM di Surabaya. Baso yang brilian ini kuliah di Mekkah dengan modal
hapal luar kepala segenap isi Al-Qur’an, dia mendapat beasiswa penuh dari
pemerintah Arab Saudi. Sedangkan, Atang telah delapan tahun menuntut ilmu di
Kairo dan sekarang menjadi mahasiswa program doktoral untuk ilmu hadits di
Universitas Al-Azhar. Sementara Raja telah 1 tahun tinggal di London, setelah
menyelesaikan hukum Islam dengan gelar License di Madinah. Dia akan
berada di London selama 2 tahun memenuhi undangan komunitas Muslim
Indonesia di kota ini untuk menjadi pembina agama. Alif sebagai wartawan di
Independence Avenue.
Dulu mereka melukis langit dan membebaskan imajinasi
itu lepas membumbung tinggi. Mereka tidak takut bermimpi, walau sejujurnya juga
mereka tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihatlah hari ini. Setelah
mereka mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim
benua impian ke pelukkan masing-masing. Mereka berenam telah berada di lima
negara yang berbeda. Di lima menara impian mereka.
Penilaian atau pertimbangan pada
suatu buku
III.
Keunggulan buku
A.
Tema
Menunjukan penjelasan bahwa sekolah di pesantren itu
tidak hanya diperuntukkan kepada anak-anak yang bermasalah. Tetapi untuk semua
kalangan yang ingin belajar, baik dalam ilmu agama ataupun non agama.
Persahabatan dan kegigihan untuk meraih impian dan memberikan semangat, dengan cara setiap hari
menyebutkan kalimat Man Jadda Wajadda (jika siapa yang bersungguh-sungguh pasti
akan berhasil)
B.
Amanat
·
“Man
jadda wajadda (siapa yang bersunggu-sunggu akan berhasil dan Man shabara
zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung)” (hal 40)
·
“Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa
setelah berjuang” (hal 211)
C.
Perwatakan
Alif
adalah seorang watak pertama di dalam buku Negeri 5 Menara . Pendapat saya
tentang Alif adalah dia seorang yang suka mengikut perintah ibu bapanya dan
seorang anak yang soleh dan itu adalah salah satu ciri-ciri perwatakan yang
baik bagi Alif .
D.
Setting /
Latar
1.
Latar tempat
·
Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur
·
Maninjau, Bukittinggi, Sumatra barat,
·
Ponorogo, Jawa Timur
·
ITB, Bandung
·
Surabaya, Jawa Timur
·
Trafalgar Square, London Inggris
·
Washington DC, Amerika Serikat
2.
Latar waktu
diperkirakan mulai tahun 1988 sampai 2003
3.
Latar suasana
·
Mengharukan, menggembirakan, ada suka dan duka.
E.
Sudut
pandang pengarang
Sudut pandang orang pertama (Aku), menceritakan dirinya
sendiri.
IV.
Kelemahan buku
F.
Alur
Menggunakan
alur campuran, kelemahanya adalah ketika kembali ke masa lampau secara
tiba-tiba dan kurang jelas.
V.
Bahasa
yangdigunakan pengarang
·
Bahasa Indonesia, bahasa minang, bahasa inggris,
bahasa arab.
·
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat
menarik.
·
Mampu memperkaya kosakata dan wawasan berbagai
macam daerah.
·
Terdapat catatan di bagian bawah yang menjelaskan
arti dari kata tersebut.
·
Ungkapan-ungkapan dan peribahasa juga terdapat
dalam novel tersebut, salah satunya “Man Jadda Wajada” yang sering di
cantumkan.
VI.
Sasaran
Pembaca
Novel ini dapat
dibaca oleh semua kalangan.
VII.
Simpulan
Umum
Klimaks
cerita kurang menonjol sehingga para pembaca merasa cerita sedikit datar.
Setelah selesai membaca, pembaca merasa cerita belum selesai
setuntas-tuntasnya. Mungkin disebakan karena penulis mendasarkan ceritanya pada
kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya. Setelah cukup panjang
menceritakan tentang pondok, penulis beralih lagi ke kehidupan Alif sekarang.
Bisa Mengubah pola pikir kita tentang kehidupan pondok yang hanya belajar agama
saja. Banyak nilai-nilai keislaman yang terkandung dalam novel ini. Novel Negeri 5 Menara ini sangat menarik,
mengharukan, sangat inspiratif dan termasuk novel bermutu.