Senin, 12 Mei 2014

Resensi Novel *Negeri 5 Menara*


Resensi Novel

 

 


    I.            Identitas Buku :
1.         Judul Buku          : Negeri 5 Menara
2.         Pengarang            : Ahmad Fuadi
3.         Penerbit               : PT. Gramedia Pustaka Utama
4.         Tahun Terbit        : 2009
5.         Cetakan               : kelimabelas Maret 2012
6.         Tebal Buku          : 420 Halaman

    II.            Sinopsis
Alif Fikri berasal dari Maninjau, Bukittinggi, Sumatra barat, adalah seorang anak laki-laki desa yang sangat pintar. Ia dan teman baiknya Randai memiliki mimpi yang sama yaitu masuk ke SMA terbaik di Bukittinggi dan melanjutkan studi di ITB. Selama ini Alif bersekolah di madrasah atau sekolah agama Islam. Alif merasa sudah cukup menerima ajaran Islam dan ingin menikmati.
Dengan berbekal  nilai ujian yang lumayan bagus membuatnya ingin melanjutkan masuk sekolah umum. Namun mimpinya seakan sirna, karena Amak tidak mengijinkan. Beliau menginginkan anaknya mewarisi keulamaan Buya Hamka, ulama yang terkenal di tanah kelahiran Alif. Dengan keputusan setengah hati Alif menuruti keinginan Amak. Namun Alif ingin bersekolah di Pondok Madani yang di Jawa Timur sesuai saran yang di tuliskan melalui surat oleh pamannya Pak Etek Gondo yang sedang berkuliah di Kairo. Dengan keterpaksaan kedua orang tuanya memperbolehkan Alif untuk melanjutkan sekolahnya di Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur.
Besok pagi Alif di antar ayahnya ke Jawa dengan menaiki bus. Sebelum meninggalkan rumah, Alif mencium tangan Amak sambil meminta doa dan minta ampun atas kesalahannya. Selama tiga hari dalam perjalanan ke Jawa akhirnya sampai juga di terminal Ponorogo. Di terminal tersebut mereka telah disambut oleh panitia penerimaan siswa baru di Pondok Madani. Kemudian mereka langsung diajak menaiki bus untuk berangkat ke Pondok Madani yang tidak jauh dari terminal tersebut. Sampainya di pondok, Alif mengisi folmulir sebagai calon siswa. Kemudian, mereka diajak oleh panitia untuk berkeliling di Pondok Madani.  Alif dan calon siswa lainnya melaksanakan ujian tulis. Setelah ujian Alif dan Ayahnya melihat papan pengumuman dan ternyata Alif dinyatakan lulus dan resmi menjadi siswa di Pondok Madani.
Orang bijak berkata “penderitaan bersamalah menjadi semen bagi pertemanan yang lekat”. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai  Alif dari minang, Atang berasal dari Bandung, Raja berasal dari Medan, Dulmajid berasal dari Madura, Said berasal dari Surabaya, dan Baso berasal dari Sulawesi. Dari sinilah mereka bersahabat akrab.
“Man Jadda Wajada”. Pada hari pertama di Pondok Mdani, ustad Salman sebagai wali kelas Alif meneriakkan sebuah kalimat mutiara sederhana dan kuat yakni “Siapa yang bersungguh-sungguh akan behasil”. “Sahibul Menara” sebuah sebutan penghuni Pondok Madani terhadap Alif dan kelima sahabatnya yang selalu berkumpul di bawah menara tertinggi di Pondok Madani saat menunggu shalat magrib berjama’ah atau hanya menghabiskan waktu senggangnya untuk belajar bersama-sama, mendiskusikan tentang impian mereka, mengagumi kisah-kisah islami, semuanya dilakukan di tempat yang sama yaitu di bawah menara. Suatu ketika Sahibul Menara menunggu maghrib sambil menatap awan berarak pulang ke ufuk. Di mata mereka awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah “Jangan pernah meremehkan impian walau setinggi langit. Sesungguhnya Tuhan Maha Mendengar”.
Surat dari seberang pulau, Alif menerima surat dari Randai yang menceritakan masa-masa perkenalan di SMA bukittinggi. Kedatangan surat dari Randai itu membuat Alif jadi bersedih dan malas bicara. Alif membayangkan keindahan masa-masa berseragam putih abu-abu. Said dan Raja Mencoba menghibur Alif tapi tidak ada hasilnya. Malam harinya ada tambahan kelas malam. “Malam ini kita akan menghabiskan waktu keliling dunia” kata ustad Salman saat masuk di dalam kelas 1 A. Beliau membacakan potongan mutiara dari tokoh-tokoh ini, “BJ Habibie, Mutiara dari Timur” , “Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan”, “Marthin Luther King, Jr: Stride Toward Freedom”, dan “Mohammed, The Man of Allah” yang membuat Alif cukup terhibur.
Pelajaran wajib yang selalu ada setiap hari, enam kali dalam seminggu adalah lughah Arabiah (bahasa Arab) yang diajarkan oleh ustad Salman. Alif dan teman yang lain, pelajaran yang paling ditunggu adalah taarikh (sejarah dunia) yang diajarkan oleh ustad Surur. Mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadits juga dibawakan amat menarik oleh ustad Faris. Alif sangat menyukai pelajaran  Khatul Arabi (kaligrafi Arab) yang diajarkan oleh ustad Jamil. Pelajaran yang Alif suka tapi selalu berkeringat dingin saat menghadapinya adalah Mahfuzhat yang diajarkan oleh ustad Badil. Tapi dari semua pelajaran, bahasa Inggris adalah favorit Alif yang diajarkan oleh ustad Karim. Selain kelas pagi sampai jam 6, mereka juga mengikuti tambahan kelas sore untuk mendalami pelajaran pokok, khususnya bahasa Arab dan bahasa Inggris. Tambahan kelas malam yang dibimbing oleh wali kelas. Sementara kamis sore tidak ada pelajaran, tapi diisi dengan pelatihan pramuka. Tapi dari semua hari, hari yang paling mulia bagi kami dalah hari jum’at. Sebab, hari mulia ini adalah hari libur mingguan kami di Pondok Madani. Jum’at artinya bebas melakukan berbagai aktivitas yang tidak menyalahi aturan. Hari jum’at juga mereka boleh keluar dari Pondok Madani asal bisa kembali pada hari itu juga.
Hari jum’at ini, Said mengajak Sahibul Menara ke Ponorogo. Dengan berbagai macam alasan satu-persatu dari Sahibul Menara mendapatkan izin dari ustad Torik yang sedang piket saat itu. Mereka menyewa sepeda ontel dari rumah penduduk. Setelah keluar dari Pondok Madani, pertama yang mereka lakukan yaitu ingin memperbaiki gizi dan makan sate di warung Cak Tohir, membeli berbagai kebutuhan sekolah di pasar Ponorogo. Kedua, ingin melewati Ar-Rasyidah pesantren khusus putri yang terkenal. Yang ketiga agak beresiko, melewati bioskop. Said ingin melihat spanduk film yang di perankan oleh idolanya Arnold Schwarzenegger. Hujan turun sangat lebat, membuat Sahibul Menara terlambat 5 menit dari waktu yang ditentukan yakni jam 17.00. Karena keadaan tersebut mereka terbebas dari hukuman.
Begitu pula siasat Dulmajid yang memengaruhi ustad Torik agar boleh izin nonton bareng pertandingan final bulu tangkis di lingkungan Pondok Madani, padahal qanun (aturan pondok) menegaskan santri Pondok Madani di larang menonton TV. “Ustad, lob antum itu mirip sekali dengan Icuk dan smash atum mirip Liem Swie King. Kalau nggak percaya, kita nonton siaran langsung besok malam.” Kata Dulmajid. Ustad Torik langsung takhluk dan terjadilah peristiwa bersejarah itu : TV masuk Pondok Madani.
Dalam waktu 3 bulan, siswa tahun pertama Pondok Madani masih boleh menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah mereka sendiri. Namun setelah itu mereka harus menguasai bahasa resmi di Pondok Madani yakni bahasa Arab dan bahasa Inggris. Itu merupakan tantangan terbesar buat mereka. Setiap selesai shalat subuh seorang kakak penggerak bahasa masuk ke setiap kamar dengan membawa papan tulis kecil. Mereka diminta mengulangi bersama-sama dan satu persatu apa yang kakak tersebut katakan. Setelah itu diberikan sebuah kalimat sempurna dengan menggunakan kosa kata yang telah mereka ucapkan bersama-sama tadi. Lalu, giliran mereka membuat kalimat lain dengan menggunakan kosa kata ini. Sebelum di tutup, mereka disuruh meneriakkan kembali kosa kata tadi bersama-sama. Dan mereka diberikan tugas untuk menyalin kosa kata tadi dan membuat 3 contoh penggunaanya dalam kalimat. Itu semua dilakukan setiap hari, 7 kali seminggu. Sebuah metode sederhana yang sangat kuat dan mampu melekatkan bahasa baru ke dalam alam bawah sadar untuk tidak lepas lagi selamanya.
Sudah beberapa bulan Alif sengaja tidak menghubungi Amak sebagai protes tidak boleh masuk SMA. Cerita Kiai Rais berputar di kepalanya tentang susahnya menjadi seorang ibu. Karena Alif tidak mau menjadi seperti Malin Kundang maka Alif memohon ampun kepada Allah SWT. Malam itu juga, Alif  menuliskan surat untuk mengabari keadaannya di Pondok Madani kedapa Amak. Sejak itulah Alif teratur menulis surat ke Amak. Satu sampai dua kali sebulan.
Tiga tahun kemudian, hari pertama imtihan nihai datang juga. Warga Pondok Madani Menyebutnya “ujian di atas ujian”. Berbeda dengan ujian selama ini, untuk ujian kelas enam kami harus berpakaian rapi layaknya seorang penguji. Di awali dengan ujian lisan selama sepuluh hari, kemudian siswa diberikan waktu istirahat beberapa hari untuk mempersiapkan diri untuk ujian tulis. Selang beberapa hari kemudian, mereka masuk ke babak akhir perjuangan thalabul ilmi mereka di Pondok Madani : ujian tulis. Malam hari, mereka berkumpul di aula. Kebiasaan di Pondok Madani, sebuah ujian dibuka dan ditutup dengan pertemuan yang dipimpin oleh Kiai Rais. Inilah Malam Syukuran Ujian Akhir.
Sudah dua minggu berlalu sejak mereka merayakan selesainya ujian. Tiba saatnya, “Pengumuman kelulusan kita sudah ada, bisa di lihat di aula” seru Said sebagai ketua angkatan mereka berteriak-teriak setelah subuh.Alhamdulillah, Alif serta Sahibul Menara dan teman lainnya LULUS. Menurut pengumuman, hanya kurang dari sepuluh orang yang tidak lulus dan mereka dapat kesempatan untuk mengulang setahun lagi. Malamnya, diadakan yudisium dan khutbatul wada’ (Khutbah perpisahan) yang dipimpin oleh Kiai Rais. Beberapa bus dengan tujuan masing-masing sudah menunggu di depan aula, mereka sekali lagi bersalaman dan berangkulan dan berjanji akan saling berkirim surat. Entah kapan Alif akan melihat Sahibul Menara lainnya sebagai kawan-kawan terbaiknya lagi.
Setelah 15 tahun masa-masa sulit di Pondok Madani berlalu. Alif (Washington DC), Atang (Kairo), dan Raja (London) dipertemukan kembali di London setelan 11 tahun dipisahkan. Keberadaan Sahibul Menara yang lain yakni : Said meneruskan bisnis batik keluarga Jufri d Pasar Ampel, Surabaya. Sesuai cita-cita mereka dulu, Said dan Dulmajid mendirikan sebuah pondok dengan Semangat PM di Surabaya. Baso yang brilian ini kuliah di Mekkah dengan modal hapal luar kepala segenap isi Al-Qur’an, dia mendapat beasiswa penuh dari pemerintah Arab Saudi. Sedangkan, Atang telah delapan tahun menuntut ilmu di Kairo dan sekarang menjadi mahasiswa program doktoral untuk ilmu hadits di Universitas Al-Azhar. Sementara Raja telah 1 tahun tinggal di London, setelah menyelesaikan hukum Islam dengan gelar License di Madinah. Dia akan berada di London selama 2 tahun memenuhi undangan  komunitas Muslim Indonesia di kota ini untuk menjadi pembina agama. Alif sebagai wartawan di Independence Avenue.
Dulu mereka melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Mereka tidak takut bermimpi, walau sejujurnya juga mereka tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihatlah hari ini. Setelah mereka mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukkan masing-masing. Mereka berenam telah berada di lima negara yang berbeda. Di lima menara impian mereka.

Penilaian atau pertimbangan pada suatu buku
 III.            Keunggulan buku
A.           Tema
Menunjukan penjelasan bahwa sekolah di pesantren itu tidak hanya diperuntukkan kepada anak-anak yang bermasalah. Tetapi untuk semua kalangan yang ingin belajar, baik dalam ilmu agama ataupun non agama.
Persahabatan dan kegigihan untuk meraih impian dan memberikan semangat, dengan cara setiap hari menyebutkan kalimat Man Jadda Wajadda (jika siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil)
B.            Amanat
·            “Man jadda wajadda (siapa yang bersunggu-sunggu akan berhasil dan Man shabara zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung)” (hal 40)
·           “Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah berjuang” (hal 211)
C.           Perwatakan
Alif adalah seorang watak pertama di dalam buku Negeri 5 Menara . Pendapat saya tentang Alif adalah dia seorang yang suka mengikut perintah ibu bapanya dan seorang anak yang soleh dan itu adalah salah satu ciri-ciri perwatakan yang baik bagi Alif .
D.           Setting / Latar
1.    Latar tempat
·           Pondok Madani, Gontor, Jawa Timur
·           Maninjau, Bukittinggi, Sumatra barat,
·           Ponorogo, Jawa Timur
·           ITB, Bandung
·           Surabaya, Jawa Timur
·           Trafalgar Square, London Inggris
·           Washington DC, Amerika Serikat
2.    Latar waktu
diperkirakan mulai tahun 1988 sampai 2003
3.    Latar suasana
·           Mengharukan, menggembirakan, ada suka dan duka.
E.            Sudut pandang pengarang
Sudut pandang orang pertama (Aku), menceritakan dirinya sendiri.

 IV.            Kelemahan buku
F.            Alur
Menggunakan alur campuran, kelemahanya adalah ketika kembali ke masa lampau secara tiba-tiba dan kurang jelas.

    V.            Bahasa yangdigunakan pengarang

·      Bahasa Indonesia, bahasa minang, bahasa inggris, bahasa arab.
·      Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat menarik.
·      Mampu memperkaya kosakata dan wawasan berbagai macam daerah.
·      Terdapat catatan di bagian bawah yang menjelaskan arti dari kata tersebut.
·      Ungkapan-ungkapan dan peribahasa juga terdapat dalam novel tersebut, salah satunya “Man Jadda Wajada” yang sering di cantumkan.

 VI.            Sasaran Pembaca
Novel ini dapat dibaca oleh semua kalangan.

VII.            Simpulan Umum
Klimaks cerita kurang menonjol sehingga para pembaca merasa cerita sedikit datar. Setelah selesai membaca, pembaca merasa cerita belum selesai setuntas-tuntasnya. Mungkin disebakan karena penulis mendasarkan ceritanya pada kisah nyata dan tidak ingin melebih-lebihkannya. Setelah cukup panjang menceritakan tentang pondok, penulis beralih lagi ke kehidupan Alif sekarang. Bisa Mengubah pola pikir kita tentang kehidupan pondok yang hanya belajar agama saja. Banyak nilai-nilai keislaman yang terkandung dalam novel ini. Novel Negeri 5 Menara ini sangat menarik, mengharukan, sangat inspiratif dan termasuk novel bermutu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar